WELCOME

WELCOME TO MY BLOG

Selasa, 24 Agustus 2010

TAMAN BINTANG UNTUK CINTA

Pagi itu terasa sangat cerah. Matahari pun tak enggan untuk menerangi setiap sudut di Kota Jakarta. Pagi itu seperti biasa lalu lintas terasa sangat padat sekali. Sehingga membuat mobilku berjalan dengan perlahan.

“Mang Udin, bisa tolong cepat enggak ? Aku sudah telat niih ..” Kataku yang mulai tak sabar dengan kemacetan.
“Iya, neng Cinta ..”

Yaps, Cinta adalah namaku. Kalian bisa memanggilku dengan nama itu. Saat ini aku bersekolah di SMA 63 Jakarta. Tak lama, mobilku pun sampai didepangerbang sekolah. Tak ada tanda-tandamurid berkeliaran di sekitar koridor sekolah. Dan itu merupakan pertanda buruk. Aku pun keluar mobil dan tak lama mobilku pun bergegas pergi dari depan gerbang. Dengan perlahan aku berjalan ke pintu gerbang dan diam-diam membuka pintu gerbang secara perlahan.

“Huh.. Aman …” Kataku setelah berhasil membuka pintu gerbang.
“Hayo, neng Cinta telat lagi. Kebiasaan deh neng, udah 5 kali telat.” Kata Pak Ucup yang saat ini menjabat sebagai satpam.
“Yah, bapak .. Kayak enggak tau lalu lintas jakarta niih.. Macet banget tau.” Kataku.
“Alasan aja neng.. Ya udah sana masuk, lain kali jangan telat lagi ya ..” Kata satpam mengingatkan.
“Oke.”

Aku pun berjalan menuju kelas XII IPA.1 yang saat ini menjadi kelasku. Karena didalam kelas tak ada guru, dengan PD-nya aku memasuki kelas dan menuju bangku yang ku tempati.

“Kok telat lagi ? Pasti alasannya macet ddeh ..” Kata Dira yang saat ini menjadi teman sebangku dan sekaligus pacarku.
“Hehehe ,, iya macet. Kok enggak ada gurunya deh ?” Tanyaku.
“Enggak tau, daritadi kelas emang udah enggak ada gurunya.” Jelas Dira.
“Oh, gitu ya. Selamat dong aku.” Ujarku.

Waktu terus berlalu. Tak lama bel pulang berbunyi. Aku dan Dira pun segera berjalan keluar kelas. Diluar …


“Dir, mau anterin aku enggak ke toko buku ?” Tanyaku.
“Yah maaf. Kalau sekarang aku enggak bisa. Maaf ya ..” Kata Dira.
“Oh, gitu ya ? Ya udah deh, aku juga enggak jadi ke toko buku.” Ucapku.
“Maaf banget ya.. Oh ya, aku duluan ya. Bye..” Kata Dira sambil berlalu dengan tergesa-gesa.
“Aneh, enggak biasa dia kayak gitu.” Ucapku kemudian berjalan menuju luar gerbang sekolah.

Di gerbang sekolah ..

“Mang, ayo ..” Kataku sambil masuk ke dalam mobil.
“Oke deh neng..” Kata Mang Udin.

Mobilku pun melesat dengan cepat dari gerbang menuju rumahku. Sehingga hanya dalam beberapa menit mobilku sudah sampai didepan rumahku yang letaknya di Permata Hijau. Setelah turu dari mobil, aku pun melangkah menuju kamarku yang berada di lantai 2. Di kamar, aku segera merebahkan diri diatas kasur yang bergambar dolphin. Tiba-tiba aku teringat dengan Dira dan segera mengambil handphone.

Tut..tut..tut…
“Huh, kok enggak nyambung sii?” Kataku.
Setelah 10 kali mencoba, akhirnya aku menyerah. Dan lama-lama mataku terasa sangat berat. Dan itu mampu membuatku tertidur hanya dalam hitungan detik.


* * *

“Cinta.. Bangun udah malam sayang!!” Teriak mamahku diluar pintu kamar.
“Iya mah..”

Dengan setengah sadar, aku mengambil HP yang letaknya di samping bantalku. Terlihat di layar HP 5 missed calls dengan list yang sama, yaitu Dira dan 1 message yang ternyata Dira juga. Lalu, ku buka sms-nya…

Maaf iya, tadi aku ketiduran.
Jadi enggak ta kalau kamu telfon aku.
Sender : 02192954xxx

Setelah itu, aku segera menuju kamar mandi. Selesai mandi, aku menyegerakan membalas sms-nya.



Maaf juga, tadi aku ketiduran.
Jadi enggak tau kalau kamu telp. juga.
Sender : 02195585xxx

Keesokan harinya disekolah ….
“Vin, kok Dira enggak masuk ya?” Tanyaku pada Vina
“Katanya dia sakit. Nih, suratnya ..” Kata Vina sambil memberikan sebuah surat.
“Pakai surat dokter segala. Separah itukah?” Tanyaku sambil membuka lembaran surat itu.

Bel pulang berbunyi. Dengan tergesa-gesa aku membereskan buku yang berserakan diatas meja dan segera berlari menuju gerbang sekolah. Diluar gerbang, Mang Udin sudah menungguku.
“Mang, ayo!” Ujarku
“Buru-buru amat neng?” Tanya Mang Udin.
“Iya, aku enggak langsung ulang. Kita ke RSPP dulu ya..” Kataku.
“Oh..”

Tak lama, aku sudah sampai di RSPP. Sesampainya didalam, aku segera mencari dimana ruang Dira dirawat. Akhirnya ruang rawat Dira ditemukan. Setelah sampai di ruangan Dira, aku pun masuk. Didalam terlihat Dira terbaring lemah dengan balutan infus di tangannya. Benar-benar parah, ujarku dalam hati. Dengan perlahan aku menghampiri Dira.

“Dir..” Panggilku pelan.
Dengan perlahan Dira membuka matanya.
“Cinta? Kamu kok bisa tau aku disini?” Tanya Dira.
“Nama rumah sakitnya ada di surat dokter. Kamu kok enggak bilang kalau kamu punya penyakit, Dir? Emang kamu sakit apa sii?” Tanyaku.
“Kanker paru-paru, Sis.. Maaf ya enggak ngasih tau kamu.” Ujar Dira.
“Iya, enggak apa-apa.”
Tak lama dari arah pintu masuk seorang dokter yang terlihat masih terlalu muda untuk mendapatkan gelar kedokterannya.
“Eh, Dira. Pacarnya jemput ya?” Tanya dokter.
“Hehe. Iya nih, dok.”
“Oh ya, Dir. Malam ini kamu udah boleh pulang. Tapi kalau kamu ngerasa sakit lagi di bagian dada, kamu harus check up kesini. Jangan telat minum obat kamu.” Kata dokter.
“Iya, makasih dokter.” Kata Dira.
Dokter itu pun keluar dari ruangan. Karena waktu juga sudah larut, jadi aku juga harus pulang kerumah.
“Dir, aku pulang ya? Udah malam.” Kataku
“Iya, makasih ya udah jenguk aku.” Kata Dira
“Pasti itu kalau aku jenguk kamu.” Kataku sambil berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

* * *

Sesampainya dirumah ..

Sis, aku udah sampai rumah nih.
Sender : 02192954xxx

Karena terlalu lelah, jadi aku tak sempat untuk membalas sms Dira. Waktu pun terus berlalu. Bulan berganti bulan. Sudah lama tak terdengar Dira dirawat lagi. Dan seperti biasa, Dira sudah mulai memasuki sekolah.

Disekolah..
“ Cin, entar malam jalan yuk !! Aku mau tujukkin ke kamu tempat favorit aku kalau aku lagi BT.” Ajak Dira
“Oke, jam 8 ya kayak biasa. Kamu jemput aku.” Kataku menyetujui

Malam pun akhirnya datang. Dengan tak sabar aku menunggu Dira di ruang tamu. Tak lama terdengar suara motor Dira didepan rumah. Dengan memakai jeans dan kaos biru favoritku yang di balut dengan jaket, aku pun keluar rumah.
“Mah, aku pergi sama Dira.” Kataku sambil berjalan keluar.
“Hati-hati ya..” Kata mamah

Diluar..
“Ayo, Dir .” Kataku sambil menaikki motor CBR-nya
“Kamu keliatan simple.” Comment Dira
“Emang harus pakai apa? Baju norak?” Ujarku
“Enggak usah. Kamu bagus kok pakai itu.” Puji Dira

Angin malam menghempas kulit di tubuhku dan dinginnya terasa sangat menusuk tulang. Aku pun memegang pinggang Dira dengan erat.
“Kamu kedingingan? Kita udah mau sampai kok.” Kata Dira
“Iya.” Jawbku

Benar saja, tak lama Dira mematikan motornya dan segera turun dari motor.
“Kita udan sampai?” Tanyaku
“Udah.. Ayo sini.” Kata Dira sambil menarik tanganku menuju sebuah tempat.

Sesampainya di tempat yang dituju, Dira melepaskan genggamannya.
“Lihat deh .. Bagus kan?” Tanyanya

Aku pun melihat sekeliling. Dan ternyata tempat itu benar-benar indah. Disekeliling bunga taman terdapat air mancur yang terlihat sangat indah.
“Wow, so beautifull..” Ucapku spontan
“Ayo!!” Dira pun kembali menarik tanganku menuju air mancur.

Sesampainya, aku dan Dira duduk dibangku yang tak jauh dari air mancur.

“Kamu kok bisa tau tempat ini, Dir?” Tanyaku
“Waktu itu aku sering jalan-jalan. Terus aku liat tempat ini dari luar taman dan kelihatan indah. Ya udah, sejak saat itu, aku sering ke tempat ini kalau lagi BT.” Jelas Dira
“Oh … Oh ya, nama tempat ini apa?” Tanyaku
“Sebenarnya namanya itu Taman Kota, tapi menurut aku nama itu teralu rendah untuk tempat seindah ini. Jadi aku beri nama sendiri, yaitu Taman Bintang. Bagus enngak?” Tanyanya
“Bagus kok. Terinspirasi darimana nama itu??” Tanyaku lagi
“Dari bintang. Lihat aja ke langit! Ribuan bintang terasa sangat jelas dan begitu dekat disini.” Jelas Dira
“Iya ya..” Kataku sambil melihat ke langit.

Suasana pun terasa hening. Hanya tiupan angin yang terasa dan suara jangkrik yang terdengar. Aku pun melihat kearah Dira. Dan sepertinya ada sesuatu yang mengganjal pikiran Dira. Mata Dira seperti menerawang jauh entah kemana.
“Taman bintang untuk Cinta.” Ucap Dira tiba-tiba
“…..” Aku hanya terdiam mendengar Dira mengucap kalimat itu
“Cin, kalau aku enggak ada disisi kamu. Jangan pernah lupa tempat ini ya. Karena kenangan tentang aku semuanya ada ditempat ini.” Ujar Dira
“Kamu itu ngomong apa sii Dira? Kamu enggak akan pergi kemana-mana. Kamu akan selalu disisi aku.” Kataku
“Ya, aku Cuma pengen kamu tau. Penyakit kanker aku ini lama-lama sudah mengambil alih semua organ tubuh aku. Aku udah mulai lemah, Cin. Aku enggak bisa ngejaga kamu selamanya. Aku juga enggak bisa ngelawan takdir aku buat pergi nantinya dari sisi kamu.” Ujar Dira

Aku pun teringat oleh penyakit yang diderita Dira. Penyakit yang sudah termasuk dalam golongan penyakit terparah. Tak terasa tetesan-tetesan air mata jatuh dari kedua mataku dan mengalir dengan hangat ke pipiku.
“Dir, kamu jangan bicara gitu. Aku sedih dengarnya.” Kataku dengan tersedak
“Kamu nangis, Cin? Maaf ya, aku enggak ada maksud bikin kamu nangis dengan bicara seperti itu.” Kata Dira menenangkanku
“Ingat ya? Jangan ngomong gitu lagi.” Kataku
“Iya, eh udah malam. Mending kita pulang aja. Anginnya juga udah dingin banget. Nanti kamu masuk angin.” Kata Dira
“Ya udah.” Kataku sambil mengusap air mata yang terlanjur jatuh tadi

Kami pun pulang dari taman. Setelah mengantarku pulang, Dira pun segera pulang menuju rumahnya. Aku pun masuk kedalam rumah dan menuju kamar.
“Kok, perasaanku enggak enak ya? Kayak pengen nangis lagi. Tapi karena apa?” Tanyaku pada diri sendiri.

Sesampainya dikamar, aku dikejutkan dengan telfon dati mamahnya Dira. Akhirnya aku mengangkat telfon itu.
“Cinta?” Panggil suara yang berada diseberang telfon.
“Iya tante. Ada apa? Kayaknya panik banget ..” Ujarku
“Dira, Cin !! Dia masuk rumah sakit tadi. Dia pingsan waktu pulang dari jalan-jalan tadi.” Kata mamahnya Dira
“Ya ampun tante.. Ya udah, aku ke rumah sakit deh tante. Masih di RSPP kan?” Tanyaku
“Iya. Tante tunggu ya.” Kata mamahnya Dira kemudian menutup telfonnya
Aku segera bergegas dan turun dari tangga dengan setengah berlari.
“Mau kemana?” Tanya mamah
“Dira masuk rumah sakit. Aku jenguk dulu ya.” Kataku.
Setelah itu aku mengambil kuncu mobil dari Mang Udin dan segera melaju dengan cepat menuju RSPP. Tak lama, akhirnya aku sampai dan segera menuju ruangan Dira. Belum sampai di ruangan Dira, aku melihat mamah dan papahnya Dira sedang gelisah menunggu didepan ruang operasi. Aku pun menghampiri mereka.
“Tante, kok tunggu disini? Bukannya di ruangan Dira?” Tanyaku
“Dira harus di operasi dengan segera. Jadi sebelum kamu datang, dokter sudah memindahkannya ke ruang operasi.” Jelas papahnya Dira
“Oh…”
Dengan cemas aku menunggu Dira. Karena tak sabar, aku berjalan mondar-mandir didepan ruangan operasi. Tak lama, dokter yang mengoperasi Dira keluar dan….
“Maaf, bu. Kami sudah berusaha semaksimal kami. Tapi usaha kami sia-sia. Tuhan berkehendak lain dengan anak ibu. Jadi kami sangat minta maaf.” Ujar dokter kemudian pergi.
“Dira? Enggak mungkin. Pah, anak kita enggak mungkin meninggal. Dia satu-satunya anak kita.” Tangis mamah Dira kian mendera.
Aku yang melihatnya hanya terduduk lemas. Luapan sedih tak bisa ku bendung lagi. Air mata perlahan jatuh membasahi pipi. Dira pun dipindahkan ke ruangan lain. Dengan lemas, aku memasuki ruangan Dira. Diruangan itu hanya terlihat Dira tebujur kaku dengan diselimuti kain putih. Perasaan sedih, tak tega bercampur menjadi satu. Melihat orang yang disayang terbujur kaku merupakan suatu pukulan yang hebat. Karena tak tahan melihat Dira seperti itu, aku pun keluar ruangan.


* * *

Hari pemakaman pun tiba. Banyak orang dari kelasku menghadiri pemakaman Dira. Cuaca hari ini sangat tidak bersahabat. Langit terlihat mendung dan siap untuk menumpahkan tetesan-tetesan hujan. Akhirnya pemakaman Dira pun selesai. Orang-orang segera pergi dari tempat pemakaman begitu juga orang tuanya Dira dan juga aku. Waktu ku lewati dengat amat sangat hampa. Tak ada lagi tawa dan suara Dira yang terdengar setiap aku sedang membutuhkannya. Tak ada lagi seseorang yang menghibur saat aku sedih. Dira sudah pergi dengan sangat cepatnya dan aku tak mampu menghentikannya ataupun melawan takdir itu. Malam pun datang, aku teringat dengan taman dimana Dira membawaku kesana. Aku pun segera pergi ke taman itu dengan mobilku. Sesampainya di taman, aku segera menuju tempat dimana aku dan Dira duduk. Dengan perasaan sedih, aku mulai mengingat semua kenangan itu.

“Dir, sepi ya enggak ada kamu.” Kataku pada diri sendiri
Saat itu, aku sangat kacau sekali. Berbicara sendiri di taman seperti orang yang sudah tak waras. Tapi hal itu tak ku pedulikan. Aku bahagia dengan mengingat semua kenangan Dira.
“Dira.. Aku kangen kamu. Kangen semua yang ada di diri kamu. Canda kamu, senyum kamu. Tapi sekarang itu udah enggak ada Dir. Kamu udah pergi dari aku. Kamu ninggalin aku disini. Sekarang tempat ini udah jadi kenangan aku dan kamu. Aku enggak akan mungkin lupa dengan tempat ini. Meski begitu walau enggak ada kamu, aku harus tetap ngejalanin hidup aku. Aku enggak boleh terus larut dalam kesedihan yang mendalam.” Ujarku sambil menerawang langit denagn tatapan hampa.
Hari semakin larut. Udara pun sudah sangat dingin. Namun semua itu tak kurasakan. Aku masih saja berdiam diri ditempat itu.
Selamat tinggal, Dir.. Terlalu cepat untuk kamu pergi tinggalin aku. Tapi meski begitu, ada ataupun enggak ada kamu dan meski sekarang kita sudah terpisah jauh, tapi kamu akan selalu dihatiku. Sangat dekat dan begitu nyata… Ucapku lalu pergi dari taman itu dan pulang dengan perasaan yang sangat galau.

1 komentar: